News

Pesawat tanpa Awak XAG Kini Jadi Lompatan Penting dalam Budi Daya Padi di Indonesia

Penggunaan pesawat tanpa awak (drone) pertanian XAG di Sang Hyang Seri (SHS) Sukamandi, Subang, kini menjadi momen penting dalam inovasi pertanian nasional. (Foto: Istimewa)

SUBANG -- Ketika Indonesia semakin gencar memperkuat ketahanan pangan dan memodernisasi sektor pertanian, para pelaku industri beralih ke teknologi baru untuk mengatasi sejumlah tantangan, seperti kelangkaan tenaga kerja dan lonjakan biaya produksi. Pada musim ini, di tengah dorongan menuju swasembada beras dan kondisi iklim yang kian sulit diprediksi, penggunaan pesawat tanpa awak (drone) pertanian XAG di Sang Hyang Seri (SHS) menjadi momen penting dalam inovasi pertanian nasional.

SHS, badan usaha milik negara (BUMN) dan salah satu produsen beras terbesar di Indonesia, mengelola sekitar 5.000 hektare sawah dan berperan penting dalam pasokan beras nasional.

"Peralihan dari metode manual menuju sistem pertanian digital dan presisi menjadi perkembangan penting bagi SHS. Meski demikian, SHS baru saja memasuki transformasi ini," ujar Manajer Lahan SHS Sukamandi, Dasep Setiawan, dalam siaran persnya, dari Subang, Jawa Barat, Kamis (9/10/2025).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menurut Setiawan, perubahan tersebut sejalan dengan rencana aksi nasional yang telah dicanangkan pemerintah, serta sejumlah laporan terbaru Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang mengungkap pentingnya teknik pertanian presisi dan otomatisasi guna meningkatkan hasil panen dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Sejak awal 2025, didukung PT Blessed Bentara Agri Indonesia sebagai distributor resmi XAG, SHS mulai menguji coba drone P100 Pro di lahan seluas 15 hektare. Berkat teknologi penyemprotan dan penaburan otonom berkapasitas besar ini, aktivitas kerja berjalan semakin cepat, sedangkan pengelolaan sawah kian mudah dilakukan.

Transportasi logistik di Indonesia kerap menjadi tantangan, terutama untuk lahan luas yang tersebar di lokasi yang berbeda-beda. Dengan desain yang bisa dilipat (foldable), P100 Pro menjadi lebih ringkas dan mudah dibawa, bahkan ketika menggunakan sepeda motor atau minivan.

"Dengan drone, kami memiliki mobilitas yang lebih baik. Hal tersebut sangat penting, sebab kami sering berpindah-pindah lokasi dengan cepat," jelas Setiawan.

Keunggulan lain terletak pada fitur perlindungan tanaman presisi. P100 Pro, telah banyak dipakai di berbagai negara, dilengkapi sistem XAG RevoSpray dan tangki pintar 50 liter dengan debit semprot hingga 22 liter per menit.

"Kini, penyemprotan pestisida menjadi jauh lebih akurat. Semua dosis, kecepatan, dan ketinggian bisa diatur lewat aplikasi sebelum penyemprotan dimulai. Hasil semprotan juga lebih merata dibandingkan metode manual," tambah Setiawan.

Penelitian Kementerian Pertanian mendukung hal tersebut. Hasil riset menunjukkan, penggunaan drone bisa mengurangi pemakaian bahan kimia hingga 30 persen sekaligus meningkatkan keseragaman semprotan dan mengurangi paparan pestisida bagi pekerja. Dengan P100 Pro, SHS akan meningkatkan kesehatan tanaman dan mengendalikan hama dengan lebih baik, terutama di musim tanam dan panen.

Penggunaan pesawat tanpa awak (drone) pertanian XAG di Sang Hyang Seri (SHS) Sukamandi Subang kini menjadi momen penting dalam inovasi pertanian nasional. (Foto: Istimewa)

Selain untuk pestisida, drone ini juga bisa digunakan untuk pemupukan dan penaburan benih lewat sistem RevoCast. Dengan tangki 80 liter dan kapasitas hingga 150 kg per menit, pupuk bisa tersebar lebih merata. "Pemupukan manual seringkali tidak merata dan boros. Dengan drone, hasilnya menjadi lebih konsisten, berdampak langsung pada hasil panen dan efisiensi biaya," jelas Setiawan.

Adam Dalah Agung, pilot drone SHS, juga merasakan manfaatnya. "Efisiensi meningkat pesat. Pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan 10 orang, kini bisa dilakukan hanya dengan satu unit drone. Semua parameter diatur lewat aplikasi XAG One yang gampang dipakai dan hasilnya jelas. Satu hari kerja bisa selesai hanya dalam beberapa jam," ujarnya.

Meski efisiensi meningkat, SHS juga mempertimbangkan dampak sosial dari penggunaan mesin canggih ini. Baik Setiawan maupun Agung menekankan bahwa teknologi harus memberi kesempatan bagi petani untuk mempelajari keterampilan baru, bukan menggantikan mereka. Karena itu, SHS mengadakan pelatihan bagi petani yang ingin mempelajari penggunaan drone dan metode pertanian digital.

Minat terhadap drone XAG kini mulai menyebar ke produsen besar lain. Dengan tantangan perubahan iklim dan lonjakan kebutuhan pangan, adopsi teknologi drone membuka jalan baru menuju metode pertanian modern yang lebih konsisten dan efisien. "Banyak petani berkunjung dan melihat langsung cara kerja drone. Kami optimistis, semakin banyak perusahaan dan petani di Indonesia akan mengikuti langkah ini," kata Setiawan menandaskan.

(***)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

email: caricuan.republika@gmail.com