Perluasan Penggunaan Teknologi Dorong Pertumbuhan Usaha Kecil di Indonesia
BISNIS -- Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh CPA Australia, usaha kecil merupakan sektor usaha yang paling berkembang di Indonesia pada tahun 2023, dengan 8 dari 10 pelaku usaha kecil menyatakan pertumbuhan usaha yang signifikan dari tahun sebelumnya. Ini jauh di atas rata-rata survei sebesar 60 persen.
Survei Usaha Kecil Asia-Pasifik tahunan mencatat bahwa momentum pertumbuhan yang kuat ini akan terus berlanjut di tahun 2024, mencerminkan kepercayaan terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia.
Sebanyak 84 persen usaha kecil diperkirakan akan tumbuh pada tahun 2024, naik dari tahun 2023 sebesar 80 persen dan tahun 2022 sebesar 77 persen.
Meluasnya penggunaan teknologi di kalangan pelaku usaha kecil di Indonesia merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap pertumbuhan yang baik ini. Sektor usaha kecil merupakan sektor yang paling banyak menggunakan media sosial di Indonesia. E-commerce juga penting bagi banyak usaha lokal, dimana 69 persen pelaku usaha menghasilkan lebih dari 10 persen pendapatan mereka melalui penjualan online.
Pengembalian hasil yang cepat atas investasi teknologi pada usaha kecil membantu memberikan penjelasan pada fokus ini. Sebanyak 66 persen usaha kecil di Indonesia yang berinvestasi di bidang teknologi pada tahun 2023 mengatakan bahwa investasi tersebut meningkatkan profitabilitas mereka, yang merupakan hasil tertinggi kedua di kawasan Asia-Pasifik.
“Pengembalian hasil yang baik atas investasi teknologi menunjukkan bahwa usaha kecil lokal cerdas dalam memilih teknologi yang dapat meningkatkan kinerja mereka, seperti mobile apps (aplikasi seluler),” ujar Ketua Dewan Penasihat CPA Australia untuk Indonesia Dr. Adi Budiarso FCPA dalam keterangan persnya, Selasa (21/5/2024)
Seiring dengan fokus dari banyak usaha kecil di Indonesia pada pendorong kunci lainnya bagi pertumbuhan usaha seperti peningkatan kepuasan pelanggan dan strategi bisnis, lanjut Dr Adi, data survei menunjukkan bahwa beberapa usaha kecil lokal kemungkinan besar dapat berkembang menjadi bisnis global yang lebih besar dan sukses dalam beberapa tahun ke depan.
Dr Adi menambahkan, meskipun usaha kecil bergerak ke arah yang benar dalam investasi di bidang teknologi, mereka perlu lebih memperhatikan kemungkinan serangan siber. “Fakta bahwa hanya 48 persen yang meninjau keamanan siber mereka dalam enam bulan terakhir sungguh mengkhawatirkan, terutama ketika diperkirakan 57 persen dari usaha kecil akan diserang siber pada tahun 2024,” jelasnya.
Penciptaan lapangan kerja di sektor ini akan tetap kuat dengan 52 persen usaha diperkirakan akan menambah jumlah karyawan mereka tahun ini, jauh di atas 37 persen lapangan kerja baru yang diciptakan oleh usaha kecil pada tahun 2023 dan 32 persen pada tahun sebelumnya.
Meskipun akses terhadap pembiayaan tidak terlalu sulit dimana 33 persen responden yang mengalami kesulitan pada tahun 2023, turun dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar 39 persen, Indonesia masih menjadi salah satu pasar yang lebih sulit bagi usaha kecil untuk mengakses pembiayaan.
Dari mereka yang mengakses pembiayaan, 61 persen melakukannya untuk mendanai pertumbuhan pada tahun 2023, tertinggi keempat di antara 11 pasar lain yang disurvei, sebuah tren yang diperkirakan akan terus berlanjut mengingat sentimen pasar yang positif.
“Di sinilah peningkatan literasi keuangan dapat memainkan peran penting dalam mendukung usaha kecil, terutama usaha mikro, untuk berkembang,” jelas Dr Adi.
Dr Adi yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mengatakan, Basis Data Terpadu Nasional UMKM diharapkan dapat berperan signifikan dalam meningkatkan keandalan data usaha yang dimiliki pemerintah.
“Untuk bisnis, data ini dapat menyediakan registrasi kenali klien Anda (Know Your Client - KYC) yang terpusat dan andal. Hal ini juga mempunyai potensi untuk meningkatkan inklusi keuangan dengan mendukung pengembangan dan penerapan layanan keuangan baru untuk usaha kecil,” cetus Dr Adi.
Dr Adi menjelaskan, survei oleh CPA Australia menunjukkan bahwa usaha kecil di Indonesia mempunyai fokus yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang terkait dengan ESG seperti kebijakan kesehatan dan keselamatan staf, kebijakan keberagaman dan inklusi, serta keberlanjutan rantai pasokan. Hanya 17 persen yang tidak menghabiskan waktu atau sumber daya untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan ESG.
“Fokus ESG yang kuat sangat menggembirakan. Namun, kami berharap untuk melihat semakin banyak usaha kecil yang mengeksplorasi praktik-praktik ESG yang lebih maju seperti investasi energi terbarukan, penerapan keuangan ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta pemantauan penggunaan energi dan air,” kata Dr Adi.
Salah satu keuntungan jangka panjang yang signifikan dimiliki oleh Indonesia adalah profil usia muda para pemilik dan pelaku usaha kecil. Hampir enam dari sepuluh pelaku usaha yang menanggapi survei ini berusia di bawah 40 tahun yang merupakan hasil tertinggi kedua dari pasar yang disurvei.
“Pemilik usaha muda mendorong momentum penggunaan teknologi. Hasil survei telah menunjukkan selama bertahun-tahun bahwa pelaku usaha kecil yang lebih muda cenderung lebih berkembang, dan berinovasi, menggunakan teknologi baru dan mengekspor, semuanya penting untuk pertumbuhan pada tahun 2024 dan seterusnya,” kata Dr Adi mengakhiri.
Survei ini mencakup tanggapan dari 4.222 pemilik atau manajer usaha kecil di 11 pasar Asia-Pasifik, termasuk 302 dari Indonesia.
Adapun CPA Australia adalah salah satu badan akuntansi profesional terbesar di dunia, dengan lebih dari 173.000 anggota di lebih dari 100 negara dan wilayah kawasan, termasuk lebih dari 21.000 anggota di Asia Tenggara. Kantor CPA Australia di Indonesia, berlokasi di Jakarta, dibuka pada tahun 2011.
Layanan inti CPA Australia meliputi pendidikan, pelatihan, dukungan teknis, dan advokasi. CPA Australia memberikan kepemimpinan berbasis gagasan pemikiran mengenai isu-isu lokal, nasional, dan internasional yang mempengaruhi profesi akuntansi dan kepentingan publik. Lembaga ini bekerja sama dengan pemerintah, regulator, dan industri untuk mengadvokasi kebijakan yang merangsang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan memberikan hasil positif bagi dunia usaha dan masyarakat.