News

Pakar Energi Fatar Yani: Ketahanan dan Keberlanjutan Energi di Indonesia Butuh Infrastruktur Kuat

Peneliti dan pengajar di Fisipol UGM Hasrul Hanif (kiri) dan pakar energi terkemuka, Fatar Yani Abdurrahman dalam episode terbaru podcast PolGovTalks Experts. (Foto: Istimewa)
Peneliti dan pengajar di Fisipol UGM Hasrul Hanif (kiri) dan pakar energi terkemuka, Fatar Yani Abdurrahman dalam episode terbaru podcast PolGovTalks Experts. (Foto: Istimewa)

NEWS -- Pakar energi terkemuka, Fatar Yani Abdurrahman, menyatakan bahwa gas memiliki potensi untuk menjadi sumber energi yang vital dan alternatif bagi Indonesia. Namun, hal ini harus didukung oleh infrastruktur yang kuat untuk memastikan distribusi yang lancar dan merata.

Hal ini disampaikan oleh Fatar dalam episode terbaru PolGovTalks Experts, podcast bersama peneliti dan pengajar di Fisipol Univesitas Gadjah Mada (UGM), Hasrul Hanif, yang membahas aspek penting terkait ketahanan dan keberlanjutan energi di Indonesia. Diskusi ini mengkaji tentang tantangan yang dihadapi Indonesia serta solusi strategis yang diperlukan untuk masa depan energi yang berkelanjutan.

Fatar menyoroti infrastruktur yang masih kurang memadai terlihat di wilayah-wilayah Kalimantan Timur, di mana pasokan gas melimpah. “Infrastruktur yang lebih baik diperlukan untuk distribusi gas yang efisien di seluruh wilayah,” ujar Fatar seperti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/7/2024).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Infrastruktur yang kurang memadai memang menjadi hambatan utama dalam produksi lantaran berdampak pada distribusi gas yang tidak merata. Tren produksi pun menunjukkan penurunan ekspor gas sebesar 30 persen, sementara 70 persen gas diserap oleh industri domestik sehingga perlunya perencanaan strategis.

“Peningkatan infrastruktur gas memerlukan kebijakan nasional yang kuat dan perencanaan strategis. Pendanaan pemerintah (APBN) bisa digunakan jika menghasilkan pendapatan bagi negara. Keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur juga didorong untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi,” jelas Fatar.

Setali tiga uang, Hasrul Hanif peneliti dan pengajar pengelolaan energi dan sumber daya alam di Fisipol UGM juga mengatakan bahwa poin krusialnya adalah gas menjadi alternatif penting untuk sumber daya energi tapi Indonesia dihadapkan dengan persoalan infrastruktur untuk memastikan gas ini sampai ke user. “Ada persoalan investasi di situ, ada persoalan biaya yang masih mahal sehingga tidak affordable sejauh ini, maka harus dipikirkan strategi ke depannya.”

Fatar juga menekankan pentingnya transisi ke sumber energi yang lebih bersih untuk mencapai Net Zero Emission. “Gas berperan penting dalam memasak, transportasi, dan produksi listrik, mendukung transisi energi hijau. Produksi gas saat ini masih kekurangan 500-600 barel per hari. Tetapi, gas dapat diubah menjadi biofuel, listrik, dan tenaga air, yang berpotensi menyebabkan kelebihan pasokan di kemudian hari,” katanya.

Di akhir diskusi, Fatar juga menyampaikan komunikasi kepada publik menjadi sangat penting dalam hal transisi dari minyak ke gas, seperti peralihan dari minyak tanah ke LPG di masa lalu. “Masyarakat perlu diedukasi tentang manfaat dan ketersediaan gas untuk mempermudah transisi. Perubahan budaya ini harus didukung oleh infrastruktur yang baik untuk memastikan distribusi yang lancar dan merata,” katanya menandaskan.