Wizards Heaven's Gate: Bab I Eternal Recurrence
Novel oleh Damar Pratama *)
Seandainya ada permohonan yang bisa dikabulkan, aku hanya ingin tuhan memberikanku kesempatan membalaskan dendam pada Reptilians yang menghancurkan Bumi. Mahluk yang paling aku benci sepanjang hidup. Aku sangat trauma dengan kejadian masa lalu yang seharusnya tak terulang lagi.
Aku kini menyadari segala sesuatu di dunia ini--semua pengalaman, kejadian, dan kehidupan--akan kembali dan terulang secara abadi dalam bentuk yang sama, mengalami setiap momen secara berulang terus-menerus.
Ini menguji prinsip-prinsipku dan menuntut keberanian untuk menerima dan mencintai kehidupan dalam seluruh kompleksitas dan kesulitannya, mendorongku untuk terbawa dalam kehidupan yang layak diulang.
Tapi aku bersyukur bisa terlahir kembali di dunia yang indah ini dengan keberanian dan kekuatan, terlepas dari semua pengalaman traumatisku di kehidupan sebelumnya.
Setelah bereinkarnasi ke dunia Azaroth, aku sadar memiliki penglihatan yang mampu mengungkapkan asal-usulku yang tragis.
Meskipun orang-orang di sekitar menganggapku sebagai bayi biasa, aku memiliki keunikan yang tak terlihat dari luar: aku masih menyimpan ingatan dari kehidupan sebelumnya. Aku bisa melihat masa lalu dan masa depan. Namun aku tak bisa memilih apa yang ingin kulihat atau tidak. Kepalaku sakit. Penglihatan itu muncul begitu saja tanpa diundang.
Sejak kecil, aku menunjukkan ciri-ciri luar biasa. Meskipun tubuhku kecil dan rentan, pikiranku berfungsi jauh lebih matang daripada seorang bayi biasa. Aku menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang dunia di sekitarku karena aku memang sebenarnya sudah lumayan dewasa kan? Dan kadang-kadang, orang dewasa di sekitarku terkejut dengan kebijaksanaanku yang tampaknya melebihi usia.
Ayahku di kehidupan ini memperhatikan tanda-tanda ini dengan penuh harapan. Ia menyadari keunikanku bukanlah hal biasa dan mungkin merupakan tanda dari takdir lebih besar yang menantiku di masa depan.
Meskipun belum mampu berbicara atau melakukan sihir dengan kuat pada usia ini, aku mengembangkan ketertarikan yang luar biasa pada benda-benda di sekitarku. Aku tertarik pada detail-detail kecil yang sering kali terlewatkan oleh orang lain.
Aku bereinkarnasi menjadi anak di luar nikah dari seorang menteri sihir terkemuka di Kerajaan Azaroth of Dawn. Ayahku, seorang tokoh berpengaruh dalam kerajaan, memutuskan untuk mengurungku di sebuah menara samping istana sebagai tindakan perlindungan.
Ayahku melakukannya untuk menjauhkanku dari istri sahnya yang sangat marah dan kecewa setelah mengetahui perselingkuhan suaminya. Ayahku berhubungan dengan ibu kandungku, seorang penari istana, karena tak kunjung memiliki anak dengan istri sahnya setelah 10 tahun menikah.
Istri sah ayahku, seorang bangsawan yang kuat dan ambisius, memiliki rencana untuk membunuhku sejak aku masih bayi. Namun karena konflik dengan ayahku memuncak, wanita itu hilang akal dan bunuh diri dengan meminum racun setelah tepergok membunuh ibu kandungku. Lantaran malu dengan skandal itu, ayahku mengurungku di menara ini.
Di dalam menara, aku tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan berbakat. Meskipun terkurung dan memiliki energi sihir yang lemah, aku belajar sihir dan seni perang dari ayahku yang selalu mengunjungi aku secara rahasia.
Setidaknya aku yakin negeri ini damai tak seperti bumi di kehidupanku yang sebelumnya di mana manusia harus berperang secara mendadak melawan alien. Belum lagi perang dan kerusakan yang disebabkan manusia itu sendiri.
Setelah skandal yang melibatkan istri sahnya mulai mereda, ayahku mengajakku untuk tinggal di desa. Desa ini dikenal dengan nama Luminara Elfheim, tempat di mana setiap penduduknya memiliki kemampuan ajaib yang unik. Aku, yang sangat penasaran, dengan cepat bergabung dengan komunitas setempat dan mulai belajar berbagai keterampilan sihir dan bertualang.
Di tengah hutan yang diselimuti kabut pagi, aku berdiri terpesona, memandang sosok yang baru saja muncul dari antara pepohonan. Ada dua ras utama di Kerajaan Azaroth, kaum manusia penyihir dan elf, yang hidup berdampingan. Aku berkenalan dengan Elara Herabell, seorang gadis elf penyihir terkuat di Kerajaan Azaroth yang menjadi teman dekatku dan mengajariku berbagai sihir dasar.
Elara adalah seorang ksatria terkuat Kerajaan Azaroth sekaligus salah satu penyihir terkuat di dunia. Ia adalah seorang pemanah legendaris, hidup bersama suku pemanah yang tinggal di hutan Luminara. Elara yang paling berbakat di antara mereka.
Elara tampak seperti gambaran dari mitos yang hidup. Wajahnya adalah karya seni yang sempurna; tulang pipinya tinggi dan anggun, memberikan kesan kehalusan yang membuatku hampir lupa bernapas. Kulitnya, seputih embun pagi, berkilau bening lembut dalam sinar matahari yang menembus celah-celah dedaunan.
Rambutnya panjang dan berkilau warna perak yang nyaris transparan, jatuh seperti tirai sutra ke punggungnya. Ia seolah terbuat dari cahaya rembulan. Setiap gerakan rambutnya mengalun lembut seperti riak air di danau yang tenang. Matanya, besar dan pupilnya berwarba hijau zamrud, memancarkan kedalaman yang seolah menyimpan seluruh rahasia hutan. Tatapannya yang lembut dan penuh pengetahuan membuatku merasa seolah sedang diperhatikan oleh makhluk yang telah melihat ribuan tahun sejarah.
Busana Elara adalah gaun tipis berwarna hijau lumut, seolah terbuat dari daun dan bunga yang saling berkelindan. Gaun itu mengikuti setiap lekuk tubuhnya dengan keanggunan yang tak tertandingi, bergerak lembut seiring langkahnya. Kaki telanjangnya, yang hampir tidak menyentuh tanah, melangkah dengan keleluasaan yang membuatku merasa seperti berada di dunia yang sama sekali berbeda.
Saat Elara melangkah mendekat, aku bisa merasakan kehadirannya yang menyegarkan, seolah udara di sekelilingnya terisi dengan aroma bunga liar harum dan tanah basah. Setiap gerakannya memancarkan sebuah keanggunan yang menenangkan, dan aku tak bisa menahan rasa kagum yang mendalam. Elara adalah lambang keindahan yang seolah melampaui batas-batas dunia ini, dan aku, dalam keheningan hutan, merasakan kehadirannya sebagai anugerah yang langka dan tak tergantikan.
Meski sudah berusia ratusan tahun dan berasal dari Desa Luminara Elfheim, Elara sangat menyukai manusia terutama anak anak sepertiku. Memang aneh rasanya, ia awalnya memperlakukanku seperti bocah kecil taman kanak-kanak dan mengajariku memanah, namun ketika aku tumbuh dewasa ia tetap muda. Ia mulai memperlakukanku seperti teman sebaya.
Suatu hari saat aku memberikannya sebuah bunga dan memberanikan diri mengungkapkan rasa cintaku padanya dengan polos. Anehnya, ia langsung menerimaku sebagai kekasih!
Bagaikan sebuah keajaiban, saat ia menerima cintaku semua pengalaman traumatis yang kuhadapi di kehidupanku sebelumnya, maupun kenangan masa kecilku yang tragis di Azaroth tiba-tiba lenyap, bagaikan sihir yang mematahkan kutukan. Aku pun mengenakan sebuah mahkota bunga ke atas kepala Elara dan menikmati hari indah bersamanya.
Elara adalah satu-satunya orang yang paling aku percayai. Aku hanya menceritakan semua kisah yang aku alami di kehidupan sebelumnya pada Elara. Aku juga mengungkapkan kerinduan pada rumahku di bumi dan juga kedua orang tua serta teman-temanku. Elara dengan mata yang berkilauan seperti bintang dan rambut panjang berwarna perak, duduk di sampingku dengan sikap tenang penuh perhatian.
“Kadang, aku juga berpikir tentang rumah,” kata Elara tiba-tiba, suaranya lembut seperti semilir angin sore. “Dan aku ingat sesuatu yang penting.”
Aku menoleh padanya, tertarik dengan perubahan nada dalam suaranya. “Apa itu?”
Elara tersenyum lembut. “Rumah bukanlah tentang tempat fisik. Itu bukan tentang dinding dan atap atau tempat tidur yang nyaman.”
Aku memandangnya, bingung. “Lalu apa itu, kalau bukan itu?”
“Rumah adalah tempat di mana ada orang-orang yang kita sayangi,” jawab Elara, matanya bersinar dengan keyakinan. “Ketika kita bersama mereka, kita merasa diterima dan dicintai. Itu adalah tempat di mana hati kita merasa damai dan hangat.”
Aku merenungkan kata-katanya, memikirkan tentang keluarga dan teman-teman yang selama ini aku anggap rumahku. Aku merasa hatiku dipenuhi dengan rasa syukur dan cinta yang mendalam.
“Jadi, meskipun kita jauh dari tempat yang kita anggap rumah, selama kita bersama, kita selalu punya tempat untuk pulang?” tanyaku, mencoba memahami sepenuhnya.
Elara mengangguk. “Tepat sekali. Rumah adalah kehadiran dan perasaan yang kita bagi dengan orang-orang yang kita cintai. Ketika kita bersama mereka, kita tidak pernah benar-benar jauh dari rumah.”
Kata-kata Elara meresap dalam-dalam. Aku merasakan kehangatan yang membuatku percaya, di mana pun kita berada, selama kita bersama, rumah akan selalu ada di hati kita.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Azaroth, aku merasakan kebahagiaan yang belum pernah aku alami sebelumnya. Kerajaan Azaroth layaknya suasana desa pertanian dengan gaya bangunan Eropa abad pertengahan yang indah dan tentram, disertai pemandangan alamnya yang memukau, hutan yang bercahaya dengan bunga-bunga ajaib, sungai yang mengalir dengan air kristal, dan pegunungan yang menjulang tinggi dengan salju abadi.
Aku menemukan diriku di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh makhluk-makhluk fantastis dan ramah.
Bersama Elara, aku menjelajahi berbagai lokasi menakjubkan di Azaroth, seperti gua-gua berkilauan dan padang rumput yang dipenuhi dengan makhluk-makhluk fantastis. Elara adalah gadis yang sangat kuat, ceria, penyayang, dan pemberani. Aku hampir tak pernah melihat wajahnya tanpa senyuman tulus. Elara memiliki semangat tinggi. Ia menghabiskan waktu dengan berlatih sihir dan memanah setiap hari. Ia berusaha melindungi desanya dari berbagai ancaman monster.
Aku juga menjadi bagian dari kelompok petualang yang sering melawan monster jahat yang mengancam desa. Meskipun awalnya canggung, aku cepat belajar dan menjadi salah satu petualang terbaik di Luminara. Melalui petualangan-petualangan, aku membantu banyak orang dan mendapatkan banyak teman. Keberanian dan kebaikan hati Elara membuatnya dicintai oleh semua orang di desa, dan tentu saja termasuk diriku.
Hari-hariku di Azaroth dipenuhi dengan kegembiraan. Aku bisa melakukan hal-hal yang tidak pernah aku bayangkan di kehidupan sebelumnya--mengendalikan sihir, berlari di padang rumput dengan kecepatan kilat, dan menjelajahi tempat-tempat yang penuh dengan misteri. Aku merasa seperti telah menemukan tempat yang benar-benar cocok untukku.
Di malam hari, ketika bintang-bintang bersinar terang di langit yang tidak pernah gelap, aku sering duduk di puncak bukit dengan Elara dan petualang lainnya, merenung tentang betapa beruntungnya aku. Dalam hatiku, aku merasa bahwa meskipun telah meninggalkan dunia lamaku, di Azaroth aku telah menemukan rumah sejati, tempat di mana kebahagiaan dan petualangan tak pernah berakhir.
Aku menciptakan banyak teknologi baru sebagai senjata dengan menggunakan ilmu sihir dan sains. Sekarang aku memiliki kekuatan yang tak dimiliki penyihir lain, mengubah massa menjadi energi yang besar berkali kali lipat. Aku melatih kekuatan sihir ini selama bertahun-tahun sejak hari pertama aku masuk ke akademi sihir di Kerajaan Azaroth.
***
Aku ingat ketika pertama kali masuk akademi sihir saat masih berusia enam tahun atau sama persis seperti anak-anak di Bumi yang memulai sekolah dasar di usia sekitar enam tahun.
Dalam ruang kelas sihir yang megah di Akademi Azaroth, para siswa sedang berlatih dengan penuh semangat.
Aku dengan wajah yang letih dan tampak frustrasi, berdiri di sudut ruangan. Setiap siswa lain dengan mudah menghasilkan bola energi dan ilusi yang memukau, sementara aku berjuang untuk menghasilkan efek sihir yang sederhana.
Baca selanjutnya...