Kolom

Arsitektur Tradisional Rumah Perahu Tanah Periuk

Arsitektur tradisional Rumah Perahu di Tanah Periuk, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, Kabupaten Bungo. (Foto: Istimewa)

Oleh Jafar Rassuh, Budayawan

Arsitektur tradisional merupakan wujud pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Lahirnya bentuk-bentuk arsitektur tradisional menjadi perwujudan aktif manusia terhadap tantangan dan adaptasinya dengan lingkungan.

Salah satu bentuk arsitektur tradisional yang selalu berdampingan dengan kehidupan manusia adalah bangunan tempat tinggal. Kita dapat menemukan berbagai macam bentuk, gaya bangunan, konstruksi, tata ruang, ragam hias, dan makna filosofis bangunan di masing-masing wilayah. Pembangunannya berlangsung turun temurun.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Keanekaragaman wujud bangunan tersebut membuktikan kekayaan produk budaya setempat. Misalnya bangunan tempat tinggal Melayu Jambi yang dibedakan dalam tiga spesifikasi, yakni Rumah Suku Kerinci, Orang Rimba, dan Suku Batin. Ketiga jenis bangunan memiliki perbedaan dari sisi bentuk, ragam hias, tata ruang, fungsi, dan makna filosofisnya.

Arsitektur tradisional Rumah Perahu di Tanah Periuk, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, juga memiliki keunikan. Secara fisik bangunan menyerupai bentuk perahu. Oleh sebab itu masyarakat menyebutnya rumah perahu.

Rumah Perahu di Tanah Periuk menggambarkan simbol kehidupan masyarakat yang dekat dengan lingkungan perairan. Sungai menjadi sumber kehidupan penting sebagai jalur transportasi, interaksi sosial, dan sumber ekonomi. Untuk pengejawantahannya adalah membangun simbol perahu pada rumah sebagai tempat interaksi sosial keluarga dan masyarakat.

Rumah tidak hanya dipandang sebagai tempat istirahat tetapi juga memiliki fungsi penting dalam membangun hubungan sesama manusia, manusia dan lingkungan, serta manusia dan Tuhan. Oleh sebab itu, rumah memiliki fungsi ganda, sebagai tempat tinggal sehari-hari sekaligus penyelenggaraan acara adat.

Tata ruangnya berubah fungsi sesuai dengan aturan adat yang berlaku. Jika diperhatikan dari bentuk, fungsi, dan tata ruang, Rumah Perahu Tanah Periuk memiliki tiga akar budaya, yakni religi, adat istiadat, dan lingkungan kehidupan sungai.

Konstruksi bangunan tidak menggunakan paku melainkan pasak yang terbuat dari kayu. Bagian bangunan dibagi menjadi tiga, yakni di bagian bawah, tengah, dan atas.

Pada bagian bawah terdapat pondasi menggunakan batu kali yang permukaannya rata untuk memudahkan tiang berdiri. Masyarakat sering juga menyebutnya dengan istilah sendi. Untuk menguatkan posisi batu supaya tidak bergerak, sebagian permukaan batu ditanam dalam tanah. Ruang bagian bawah juga difungsikan sebagai tempat menyimpan kayu bakar dan memasak pada saat ada acara pesta.

Tiang bangunan yang bertumpu pada sendi berjumlah 24 batang. Salah satu dari tiang tersebut berfungsi sebagai tiang tuo. Posisinya berada pada tiang ke dua ruang penteh.

Penempatan tiang tuo berada di lantai ruang penteh sebagai simbol bahwa ruang tersebut merupakan tempat duduknya para tokoh adat pada saat ada upacara adat. Tiang dibuat dalam bentuk persegi delapan dengan tinggi 1,5 meter dari dasar tanah hingga lantai.

Bagian tengah bangunan terdapat lantai. Lantai terbuat dari dua tingkat, yaitu lantai ruang tengah, kamar, dan gaho dibuat sama tinggi. Ruang penteh dibuat lebih tinggi sekitar 30 cm. Lantainya dibangun melintangi lantai ruang tengah.

Dinding bagian depan dibuat lebih rendah dengan tinggi sekitar 50 cm. Saat orang duduk, maka kelihatan separuh badan.

Dinding tersebut dibuat rendah agar orang yang ada di atas rumah dapat berkomunikasi dengan orang yang ada di bawah. Hal ini sejalan dengan aturan adat yang tidak membolehkan seorang laki-laki bertamu ke atas rumah, jika orang yang ada di atas rumah hanya perempuan, kecuali ada hubungan kekerabatan.

Dinding papan dipasang melintang, pada bagian inilah terdapat motif ukiran. Pada kedua ujung papan dibuat melengkung ke atas hingga menyerupai haluan dan buritan.

Di bagian dinding ruang tengah terdapat tiga jendela besar dan satu di ruang penteh. Jendela tersebut memiliki daun pintu yang sama besar ruang jendela. Jika daun pintu jendela diturunkan, maka sekaligus berfungsi sebagai dinding.

Pada bagian pintu masuk terdapat tangga naik yang terbuat dari kayu. Pintu masuk dibuat sedikit lebih rendah sehingga orang yang masuk ke rumah terpaksa menundukkan kepalanya. Memiliki filosofi bahwa setiap orang yang masuk ke dalam rumah harus tunduk dan menghargai pemilik rumah dengan menundukkan kepala.

Lantai ruang tengah rumah terdapat sebatang kayu yang membelah menjadi dua ruangan. Kayu pembatas tersebut dinamakan bendul jati. Fungsinya pada saat ada kegiatan adat, bendul jati berguna sebagai pembatas ruang tempat duduk berdasarkan status orangnya.

Bagian atas bangunan terdiri dari atap, kasau bentuk dan lisplang. Konstruksi atap dibuat sedikit melengkung ke atas. Ujung bagian atas lisplang terdapat tanduk kambing dibuat menyilang dan diberi motif ukiran.

Pada ujung atap terdapat kasau (bambu) bentuk, yaitu atap yang berada di ujung atap bagian atas. Ujung kasau bentuk ditutup dengan lisplang sejajar atap kasau bentuk. Pada bagian ujung lisplang terdapat motif ukiran.

Tata ruang rumah perahu terdiri dari ruang tengah, bendul jati, penteh (bagian atas), kamar tidur, dapur, dan gaho (bagian belakang). Masing-masing ruangan memiliki fungsi berbeda, baik sebagai rumah tinggal biasa maupun tempat berlangsungnya upacara adat.

Adapun, ruang tengah berfungsi sebagai tempat berkumpulnya keluarga dan menerima tamu. Di ruang tengah terdapat bendul jati yang terbuat dari sebatang kayu memanjang sesuai dengan panjang ruang tengah. Membelah tepat di bagian tengah, sehingga ruang tengah seolah-olah menjadi dua bagian.

Pada saat rumah difungsikan sebagai tempat pelaksanaan acara adat, bendul jati berfungsi sebagai pembatas ruang tengah untuk ditempati peserta atau undangan. Penempatan sesuai dengan status dan kedudukannya dalam tingkatan adat.

Lantai pada ruang penteh adalah ditinggikan sekitar 30 cm dari lantai ruangan tengah. Saat ada acara adat ruangan tersebut ditempati oleh para tokoh adat, terdiri dari unsur ninik mamak, tuo tengganai, alim ulama dan cerdik pandai. Bagi orang biasa tidak boleh duduk di ruangan penteh. Ruangan penteh digunakan juga sebagai tempat pelaminan pada saat ada acara pengantin. Pada hari-hari biasa digunakan sebagai tempat tidur anak bujang.

Kamar tidur terdiri dari kamar orangtua dan anak gadis. Dibatasi dengan dinding. Anak bujang tidak bisa sembarangan masuk ke kamar orangtua dan anak gadis. Begitu juga anak gadis tidak boleh sembarang masuk ke dalam kamar orang tua.

Ruang dapur sebagai tempat memasak, menyiapkan, dan mengolah bahan masakan. Sebagai ruang tempat menyimpan bahan makanan dan peralatan dapur lainnya. Pada saat ada acara adat, tidak sembarang orang yang bisa masuk dalam ruang dapur kecuali orang yang sudah ditunjuk mengurusi penyiapan makanan.

Ruang gaho berfungsi menyimpan barang keperluan sehari-hari, seperti bakul, alat pertanian dan perikanan. Tempat menyimpan persiapan dan stok bahan makanan dan minuman. Pada saat upacara adat, berfungsi sebagai tempat anak gadis dan ibu-ibu untuk mempersiapkan sajian makanan dan minuman bagi peserta upacara adat atau kegiatan lainnya yang melibatkan orang banyak.

Nilai-nilai penting yang terkandung dalam rumah perahu di Tanah Periuk adalah bahwa dalam kehidupan sehari-hari, rumah memiliki peran penting dalam pengaturan tata laku dan interaksi sosial antar individu maupun kelompok masyarakat. Kedua, tata ruang dirancang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mengakar dengan tradisi kemelayuannya, sehingga tata ruangnya dapat berfungsi ganda.

Ketiga, ragam hias yang digunakan umumnya motif flora dalam bentuk sulur-suluran. Keempat, struktur bangunannya mengandung unsur, keyakinan, status sosial, nilai ketaatan, kesetiaan, hukum/aturan/norma, sopan santun, kehormatan, kebersamaan dan saling pengertian.