Elitisme dalam Negara Demokrasi di Indonesia
Oleh Chappy Hakim (Founder Pusat Studi Air Power Indonesia)
Belakangan ini santer berita tentang oligarchy yang disebut-sebut sebagai kelompok kecil namun elite yang konon tengah menguasai negeri kita tercinta. Contoh tentang siapa kelompok elite itu, lucu-lucuannya walau tidak lucu, secara mudah dan sederhana sering sekali dijumpai sehari hari di jalan raya.
Mereka adalah kelompok orang-orang tertentu. Orang-orang keren yang berkendaraan mewah dikawal motor dan atau mobil tentara atau polisi dengan sirene memekakkan telinga untuk menembus kemacetan yang menjengkelkan dengan cara menyingkirkan kendaraan lainnya agar jalan mereka tidak terhalang. Itulah kelompok elite di negeri ini. Kelompok elite di negara demokrasi bernama Indonesia.
Bila didalami dengan seksama sebenarnya, Anthony Birch salah seorang seorang pemikir berkebangsaan Inggris dalam teori politik dan demokrasi, sudah terkenal dengan konsep tentang pluralisme dan elitisme dalam kehidupan di negara demokrasi. Khusus mengenai elitisme digambarkan sebagai sebuah pandangan bahwa sebenarnya kekuasaan dikuasai oleh kelompok kecil saja yang dianggap memiliki posisi istimewa dalam masyarakat.
Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok elite. Mereka biasanya mencakup pemimpin politik, pengusaha besar, pejabat tinggi, dan individu dengan pegaruh besar.
Ditegaskan oleh Anthony Birch bahwa meskipun dalam teori demokrasi kekuasaan ada di tangan rakyat, namun dalam praktiknya kekuasaan sering terkonsentrasi hanya pada segelintir orang yang disebut kelompok elite.
Konsep elitisme sebenarnya telah dibahas oleh banyak pemikir besar dalam ilmu politik dan sosiologi. Berikut ini adalah empat tokoh paling terkenal sebagai dedongkot atau 'mbahnya' pemikir yang terkait dengan konsep elitisme.
1. Vilfredo Pareto (1848-1923) seorang ekonom, sosiolog, dan filsuf Italia yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam teori sosial dan ekonomi. Ia memiliki pengaruh besar dalam pengembangan teori elitisme, teori distribusi kekayaan, serta prinsip Pareto yang masih banyak digunakan dalam berbagai bidang hingga saat ini.
Pareto memperkenalkan teori "sirkulasi elite". Menurut dia, dalam setiap masyarakat, terdapat kelompok kecil yang menguasai kekuasaan dan sumber daya, sementara mayoritas berada di luar kekuasaan. Kekuasaan akan selalu terkonsentrasi pada elite, tetapi komposisi elite ini berubah seiring waktu melalui proses "sirkulasi". Elite lama akan digantikan oleh elite baru, sering kali melalui konflik atau perubahan sosial atau kompromi “nakal” berujud koalisi. Karyanya yang penting: The Mind and Society.
2. Gaetano Mosca (1858–1941) seorang ilmuwan politik, sosiolog, dan ahli hukum Italia yang dikenal juga sebagai salah satu pendiri teori elitisme. Ia berkontribusi besar dalam pengembangan teori tentang kekuasaan dan struktur masyarakat, terutama melalui konsep "kelas penguasa" (ruling class). Ia menyatakan bahwa dalam setiap masyarakat, ada minoritas yang memerintah (elite) dan mayoritas yang diperintah.
Menurut Mosca, kekuasaan tidak pernah benar-benar didistribusikan secara merata. Ia menekankan bahwa elite memiliki kemampuan untuk memanipulasi hukum (misalnya tentang putusan MK dan lain lain) dan institusi untuk mempertahankan dominasinya. Karyanya yang penting dan terkenal adalah The Ruling Class (Elementi di Scienza Politica).
3. Robert Michels (1876–1936) seorang sosiolog dan ilmuwan politik Jerman-Italia yang terkenal karena teorinya tentang "Hukum Besi Oligarki" (Iron Law of Oligarchy). Dalam hal ini pemikirannya sangat berpengaruh dalam studi organisasi politik dan dinamika kekuasaan, khususnya dalam konteks organisasi demokratis.
Michels menunjukkan dalam organisasi apa pun, bahkan termasuk organisasi demokratis, kekuasaan cenderung terkonsentrasi pada segelintir individu saja. Dalam pandangannya, organisasi besar pasti membutuhkan struktur hierarkis, dan ini secara alami menghasilkan elite penguasa yang sangat sulit digantikan. Demokrasi, dalam praktiknya, pasti akan selalu mengarah pada oligarki. Karyanya yang penting adalah bahasan mengenai Political Parties: A Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy.
4. C. Wright Mills (1916–1962) seorang sosiolog Amerika Serikat yang terkenal karena kontribusinya dalam analisis struktur kekuasaan dan masyarakat modern. Dia adalah salah satu pemikir terkemuka dalam tradisi teori sosial kritis, dengan karya-karya yang berfokus pada hubungan antara individu, institusi sosial, dan kekuasaan.
Salah satu konsep utamanya adalah "power elite" yang menggambarkan tentang bagaimana kekuasaan terpusat pada segelintir saja kelompok di masyarakat dalam tiga sektor utama, yaitu pejabat pemerintah, militer-polisi, dan para pemilik korporasi besar.
Elite inilah yang memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan nasional dan internasional, sementara masyarakat umum seringkali tidak memiliki suara dalam keputusan penting alias tidak berdaya walaupun atau termasuk mereka yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidangnya.
Demikianlah, keempat tokoh pemikir ini ternyata sudah sejak dahulu kala telah memberikan perspektif berbeda tentang bagaimana kekuasaan dan elitisme berfungsi dalam masyarakat.
Terlihat jelas bahwa Pareto dan Mosca lebih filosofis dan universal dalam pendekatannya. Sementara Michels fokus hanya pada organisasi, terutama partai politik. Di sisi lain, Wright Mills menyoroti elitisme dalam konteks modern dan kapitalisme di Amerika Serikat.
Semua gagasan mereka membentuk dasar penting untuk memahami distribusi kekuasaan dalam sistem sosial dan politik terutama di negara yang berdasarkan demokrasi. Oleh sebab itulah tidak usah heran bahkan menjadi jelas bagi kita semua, siapa dan mengapa kelompok elite itu muncul di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Itu pula sebabnya, jangan merasa jengkel bila di tengah kemacetan yang terasa sangat menyiksa perjalanan kita, tiba tiba terdengar suara memekakkan telinga dari mobil dan atau motor kawal yang memaksa kita untuk minggir. Ikhlaslah dan berikanlah jalan karena yang akan lewat itu konon adalah kelompok elite negeri ini yang sedang bekerja keras membanting tulang untuk mengelola NKRI. Merdeka!
Jakarta, 29 Desember 2024