Pesantren Subang Jadi Motor Penggerak Pengelolaan Sampah

SUBANG -- Coklat Kita Silatusantren kembali hadir, kali ini di Pondok Pesantren Nurul Anwar Mubtadi'in, Kabupaten Subang, Sabtu (9/8/2025). Acara yang dihadiri pimpinan pesantren, tokoh keagamaan, dan perwakilan Coklat Kita ini berfokus pada edukasi pemilahan sampah, mulai dari organik hingga anorganik. Program ini menjadi momentum penting bagi dunia pesantren untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah dan mengampanyekan gaya hidup sadar lingkungan.
Kegiatan ini tidak hanya sebatas pelatihan, tetapi juga bertujuan untuk mendorong praktik nyata di lingkungan pesantren. Perwakilan Coklat Kita, Yudi Wate Angin, mengungkapkan, "Tujuannya menumbuhkan kepedulian pesantren terhadap sampah. Ukuran keberhasilan bukan hanya hari ini, tapi berlanjut di hari-hari berikutnya." Ia berharap pesantren dapat menjadi pelopor kepedulian lingkungan di daerahnya masing-masing.
Inisiatif ini disambut baik oleh Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Anwar Mubtadi'in, KH. Zainal Mufid. Ia menuturkan bahwa pesantren yang berdiri sejak 2009 dan kini memiliki sekitar 300 santri mukim tersebut belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik. Selama ini, sampah di pesantren dibakar begitu saja, padahal sebagian bisa dimanfaatkan.
Zainal Mufid menyadari bahwa sampah memiliki potensi yang seringkali terabaikan. "Selama ini sampah dibakar begitu saja. Padahal, kalau dikelola dengan benar, sebagian bisa dimanfaatkan, bahkan punya nilai ekonomis. Dengan pelatihan ini, santri akan tahu cara memilah, mengolah, dan memanfaatkannya," ujarnya.
Kolaborasi antara pesantren dan Coklat Kita bukanlah hal baru. Hubungan ini telah terjalin sejak 2013 melalui program seni budaya Silatubudaya. Kini, kerja sama itu berkembang menjadi program lingkungan, dengan fokus pada pengelolaan sampah. Menurut Zainal Mufid, "Coklat Kita mengajarkan kami untuk memanfaatkan nikmat Allah, bahkan dari hal yang sering dianggap remeh seperti sampah."
Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Jawa Barat, KH. Atep Abdul Ghofar, mengapresiasi kolaborasi ini. Ia meyakini bahwa jika santri terbiasa mengolah sampah, mereka tidak hanya mencintai lingkungan, tetapi juga mampu menciptakan produk yang bernilai jual. "Semoga semakin banyak pesantren yang mengikuti langkah ini," kata Atep.
Senada dengan itu, Ketua PCNU Subang, KH. Satibi, menilai kegiatan ini berdampak edukatif dan praktis. Ia menyoroti pentingnya pelatihan pengelolaan sampah, pembuatan pupuk kompos, hingga eco-enzyme dari bahan organik. Menurut Satibi, "Kegiatan ini membekali santri keterampilan yang bermanfaat seumur hidup, sekaligus mendorong masyarakat peduli terhadap lingkungan."
Yudi Wate Angin menambahkan bahwa Coklat Kita Silatusantren di Subang ini merupakan titik kesembilan yang telah dikunjungi. Ke depan, diharapkan pengelolaan sampah berbasis pesantren ini akan menjadi gerakan berkelanjutan yang menyebar ke masyarakat luas, membawa dampak positif bagi lingkungan dan kesejahteraan.
