Menelaah Hak Cipta sebagai Jaminan Fidusia pada Perbankan dalam Kepastian Hukum Ekonomi Kreatif di Indonesia

JAKARTA -- Universitas Borobudur menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang ilmu hukum, Senin, 15 September 2025, di Gedung D, Kampus A Universitas Borobudur, Jakarta Timur. Kali ini, sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum menjadi momen penting bagi Dr. Agung Nugroho., S.H., M.H. Ia berhasil lulus dengan menyandang predikat cumlaude.
Founder Agung Nugroho Law Firms ini merupakan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Angkatan 24 yang berhasil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Hak Cipta sebagai Jaminan Fidusia pada Perbankan dalam Kepastian Hukum Ekonomi Kreatif di Indonesia".
Agung mengemukakan penelitian yang berangkat dari mengimplementasikan hak cipta sebagai jaminan fidusia, beberapa tantangan bermunculan. Ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum menjadi hambatan utama karena prosesnya seringkali kompleks dan memerlukan penilaian yang cermat terhadap nilai ekonomis dari suatu karya. Para pencipta seringkali dihadapkan pada kendala administratif dan kurangnya panduan yang jelas dalam menggunakan hak cipta sebagai jaminan fidusia.
Anggota DPC IKADIN Jakarta Selatan ini mengatakan, sebagaimana dalam bidang perundang-undangan, dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pun tidak menjamin kejelasan atau kepastian hukum mengenai objek fidusia yang tetap saja dipersoalkan.
Dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ini, tidak dinyatakan secara tegas benda-benda apa saja yang dijadikan jaminan utang dengan pembebanan fidusia. Hanya saja ditentukan ruang lingkup berlakunya UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
"Perkembangan ekonomi kreatif sangat berpengaruh dalam meningkatkan progres perkembangan dan kemajuan ekonomi Indonesia. Sektor ekonomi kreatif dinilai akan dipengaruhi oleh kekayaan intelektual yang dihasilkannya, seperti hak cipta," kata Agung di Jakarta, Senin (15/9/2025).
Pria yang mengawali kariernya di Bank Internasional Indonesia ini mengemukakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tentang hak cipta sebagai jaminan fidusia pada perbankan dalam kepastian hukum ekonomi kreatif di Indonesia karena belum adanya pengaturan yang jelas mengenai hak cipta sebagai jaminan fidusia.
"Penelitian ini adalah normatif empiris yang menggunakan sumber berupa bahan-bahan hukum dan data lapangan serta menggunakan analisis deskriptif serta wawancara secara langsung dari narasumber. Teori yang digunakan yaitu teori Perlindungan Hukum, teori Kepastian Hukum, dan teori Negara Kesejahteraan," jelas Agung.
Untuk itu, Anggota ICMI ini memaparkan terkait implementasi pelaksanaan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam mendukung perkembangan ekonomi di Indonesia, meliputi pembaruan peraturan Hak Cipta melalui UU Nomor 28 Tahun 2014 disebabkan oleh perkembangan ekonomi kreatif dan teknologi informasi komunikasi.
"Tujuan pembaruan ini adalah untuk melindungi dan mengembangkan sektor ekonomi kreatif serta meningkatkan perekonomian negara. Hak Cipta dapat menjadi sumber penghasilan bagi pelaku ekonomi kreatif dan merupakan alat kebijakan penting dalam mengembangkan ekonomi kreatif," ujar kader Perindo yang pernah mencalonkan diri dalam kancah politik untuk Dapil Jawa Tengah V DPR RI pada tahun 2024 tersebut.
UU Hak Cipta juga memberikan manfaat kepada pencipta dalam bentuk hak ekonomi yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Namun, ada beberapa faktor yang menyulitkan penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia di Indonesia, seperti regulasi yang belum jelas, kurangnya mekanisme penilaian properti, pandangan dan kebijakan perbankan, peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang belum terbit, sulitnya eksekusi jaminan Hak Cipta, dan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap karya cipta.
Dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksana UU No 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif tertulis skema pembayaran untuk Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia, namun seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa belum ada pengaturan yang jelas untuk teknis pelaksanaan Hak Cipta sebagai jaminan objek fidusia.
Dalam rangka mengatasi kendala tersebut, diperlukan pembaharuan atau revisi peraturan yang lebih jelas, pedoman penilaian properti yang dapat digunakan oleh penilai publik, perubahan kebijakan perbankan, peraturan teknis dari Otoritas Jasa Keuangan, mekanisme eksekusi yang lebih jelas, serta peningkatan kesadaran dan penghargaan masyarakat terhadap Hak Cipta.
Pengurus P3SRS Kalibata City periode 2023-2026 ini mengatakan, dalam mengimplementasikan Pasal 16 ayat (3) UU Hak Cipta, semua pihak terkait perlu bekerja sama untuk berharmonisasi memperbarui regulasi, memperjelas mekanisme penilaian, memperhatikan kebijakan perbankan, mengeluarkan peraturan teknis, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mewujudkan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia yang efektif.
Pengaturan tentang objek jaminan fidusia pada dasarnya diatur pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, namun dalam UU ini tidak disebutkan secara jelas terkait hak cipta sebagai objek jaminan fidusia. Selanjutnya terbitlah UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang mengatur terkait hak cipta sebagai objek jaminan fidusia tertulis pada Pasal 16 ayat (3).
"Sayangnya Undang-Undang Hak Cipta masih terdapat kendala dikarenakan masih membutuhkan penjabaran peraturan pelaksanaan lebih lanjut terkait dengan jaminan terutama bagi bank (sebagai kreditur) untuk mendapatkan kepastian pengembalian dana yang telah dipinjamkan kepada debitur," ucap Agung.
Untuk itulah hadir UU Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif yang mana UU ini mengatur terkait pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, yang kemudian mengatur lebih lanjut terkait fidusia dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif.
"Namun pada kenyataannya, baik Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Ekonomi Kreatif ini masih belum menjawab kendala terkait petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis dalam implementasi hak cipta sebagai objek jaminan fidusia yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan dan teknisnya," papar Agung.
Selain itu terdapat cacat formil pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022, dimana dibutuhkan adanya uji materiil atas Peraturan Pemerintah tersebut. Hal ini menimbulkan kesan tergesa-gesa dalam pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut yang menjadikan objek kepentingan semata. Adapun dalam pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Ekonomi Kreatif tersebut terlihat tidak adanya harmonisasi antara para pihak terkait yang menimbulkan kedilemaan kedudukan tentang Peraturan Pemerintah Tentang Ekonomi Kreatif ini.
Dengan demikian, Agung menekankan pentingnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghargai Hak Cipta. Melalui kampanye pendidikan dan sosialisasi, masyarakat dapat lebih memahami nilai ekonomi dari Hak Cipta dan pentingnya melindungi hak pencipta.
"Bahwa dalam implementasi Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia yang menjadi perhatian agar dapat terlaksana dengan baik adalah dengan adanya standardisasi dalam hal: perlu adanya pedoman penilaian properti yang dapat digunakan oleh penilai publik. Hal ini akan membantu menentukan nilai ekonomi dari karya cipta dan memudahkan penilaian dalam konteks jaminan fidusia," tegas Agung.
Diperlukan perubahan kebijakan perbankan untuk mengakomodasi penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia. Bank-bank perlu memahami nilai ekonomi dari karya cipta dan memberikan dukungan dalam penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia.
Diperlukan pengembangan mekanisme eksekusi yang lebih jelas dan efektif terkait penjualan atau penggunaan jaminan Hak Cipta jika terjadi pelanggaran atau wanprestasi. Hal ini akan memberikan perlindungan dan kepastian bagi pihak yang memberikan jaminan fidusia.
"Bahwa demi memberikan kepastian hukum, diperlukan regulasi yang tidak tumpang tindih dengan cara harmonisasi," ujar Agung menjelaskan. "Diperlukan upaya untuk merevisi peraturan yang ada dan menyusun peraturan baru yang lebih jelas terkait penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia. Hal ini akan membantu mengatasi ketidakjelasan dalam regulasi yang saat ini menghambat penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan. Terutama revisi pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 24/2022 tentang Ekonomi Kreatif, agar Peraturan Pemerintah tersebut tidak cacat formil."
Lembaga terkait (Kemenkumham dan Lembaga Keuangan), lanjut Agung, harus mengeluarkan peraturan teknis yang mengatur secara rinci penggunaan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia. Hal ini akan memberikan kejelasan dan panduan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ini.
Agung Nugroho lulus dari Kampus Unggul Universitas Borobudur di bawah bimbingan dari Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. selaku Promotor, dan Dr. H. Suparno, SH, MH, MM selaku Ko-Promotor.
Adapun yang bertindak sebagai dewan penguji sidang doktor di antara: Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos, M.Sc yang merupakan Rektor Universitas Borobudur; kemudian Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M, Direktur Program Pascasarjana Universitas Borobudur; Dr. H. Suparno, SH, MH, MM selaku Ko-Promotor yang juga sebagai anggota penguji; Irjen Pol. Dr. Ronny F. Sompie, SH.,MH; Dr. Muhammad Junaidi, SH, MH; dan sebagai Penguji Luar Institusi Prof Dr. Abdullah Sulaiman SH, MH dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(***)
