Serba Serbi

Sajian Kuliner Wihara Korea: Budaya Kuliner Berkelanjutan yang Telah Diakui Dunia

Wisatawan yang berkunjung ke Korea kini dapat merasakan langsung sajian kuliner wihara di lokasi-lokasi utama yang dikelola Cultural Corps of Korean Buddhism. (Foto: Istimewa)

SEOUL -- Sajian Kuliner Wihara Korea, warisan pemeluk agama Buddha di Korea Selatan selama 1.700 tahun, menarik perhatian global setelah tercantum sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional oleh Pemerintah Korea. Lebih dari sekadar makanan vegetarian, sajian kuliner wihara mencerminkan filosofi yang menghormati seluruh kehidupan, kesahajaan, dan rasa syukur.

Hidangan ini disajikan dengan metode nabati untuk menonjolkan cita rasa alami dari bahan-bahan musiman, serta mengedepankan keselarasan antara manusia dan alam—sebuah nilai yang kini semakin sejalan dengan fokus global pada pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup yang penuh makna (mindful living).

Menyasar Wisatawan Nusantara

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Indonesia kini menjadi salah satu dari empat pasar utama yang ingin dijaring industri pariwisata Korea. Menurut data Korea Tourism Organization, jumlah wisatawan Nusantara yang berlibur ke Negeri Ginseng telah mencapai 267.000 hingga September 2025, jauh melampaui angka kunjungan sebelum pandemi Covid-19 terjadi dengan pertumbuhan sekitar 36 persen.

Untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebudayaan dan spiritual dari sajian kuliner wihara kepada masyarakat internasional, Cultural Corps of Korean Buddhism, menggelar tiga acara global pada tahun 2025 ini—mulai dari festival berskala besar, simposium akademik, hingga kegiatan diplomasi budaya di luar negeri.

“Sajian kuliner wihara merupakan budaya kuliner khas Korea yang mencerminkan semangat pemeluk agama Buddha untuk menghormati kehidupan dan kesahajaan. Kini, budaya tersebut tengah didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Kami berharap, sajian kuliner wihara dapat berkembang sebagai gaya hidup berkelanjutan dan kesejahteraan spiritual yang diakui dunia,” ujar perwakilan Cultural Corps of Korean Buddhism, Venerable Il Hwa Sunim, dalam siaran pers, Kamis (27/11/2025).

Wisatawan yang berkunjung ke Korea dapat merasakan langsung sajian kuliner wihara di lokasi-lokasi utama yang dikelola Cultural Corps of Korean Buddhism. Di Korean Temple Food Center di Insadong, Seoul, pengunjung dapat mengikuti lokakarya satu hari yang dirancang khusus untuk peserta internasional.

Wisatawan yang berkunjung ke Korea kini dapat merasakan langsung sajian kuliner wihara di lokasi-lokasi utama yang dikelola Cultural Corps of Korean Buddhism. (Foto: Istimewa)

Di Balwoo Gongyang, restoran pertama di dunia yang menyajikan hidangan khas wihara, serta sukses meraih bintang Michelin, pengunjung dapat menikmati hidangan berupa rangkaian menu musiman yang mencerminkan esensi sajian kuliner wihara.

Budaya Kuliner yang Mulai Mendunia

Selain rangkaian acara yang digelar di dalam negeri, Cultural Corps of Korean Buddhism juga mengadakan sejumlah kegiatan di Paris, Prancis, dan London, Inggris, sebagai bagian dari Temple Food International Cultural Diplomacy.

Di Prancis, hidangan salad ala Korea Deodeok Beomuri (deodeok yang dibumbui—akar tanaman bellflower Korea), disajikan oleh Venerable Yeogeo Sunim, mendapat sambutan hangat dalam acara makan malam yang diadakan Kedutaan Besar Republik Korea di Prancis sebagai bagian dari peringatan 140 tahun hubungan diplomatik Korea–Prancis pada tahun depan.

Di Inggris, nilai-nilai kultural dari sajian kuliner wihara dibahas dalam "'Korean Temple Food Week", digelar oleh Korean Cultural Centre UK dan Le Cordon Bleu London. Biksuni Yeogeo memberikan ceramah di kampus Le Cordon Bleu London.

Sementara, Ahli Kuliner Wihara Jeong Kwan Sunim—sosok yang dikenal luas berkat pendekatan kontemplatif dan penampilannya di program Netflix, "Chef's Table"—menampilkan karakter meditatif dari sajian kuliner wihara dalam acara makan siang dan pop-up restaurant di restoran fine dining "CORD by Le Cordon Bleu".

Emil Minev, Dekan Le Cordon Bleu London, menyatakan, "Sajian kuliner wihara merupakan praktik kuliner yang mengandung keselarasan dengan alam dan rasa hormat terhadap kehidupan. Saya sangat mendukung upaya Cultural Corps untuk mendaftarkannya ke UNESCO."

Semangat pemulihan, kontemplasi, dan kearifan berkelanjutan yang tersaji dalam semangkuk makanan khas wihara Korea kini terus menyebar ke berbagai penjuru dunia.

(***)