Pengaruh Ciri Kepribadian Terhadap Kesenjangan Upah Antara Laki-Laki dan Perempuan

Kolom  
Rata-rata upah pekerja laki-laki dan perempuan. (Foto: BPS RI/femaledaily.com)
Rata-rata upah pekerja laki-laki dan perempuan. (Foto: BPS RI/femaledaily.com)

Oleh Damar Pratama Yuwanto, Mahasiswa Psikologi Program Sarjana Magister (Sarmag) Universitas Gunadarma

Pada Januari 2018, seorang psikolog klinis dari Kanada, Jordan Peterson, membahas kesenjangan upah gender dalam wawancaranya dengan Cathy Newman dari Channel 4 News, yang telah ditonton lebih dari tujuh juta kali secara online. Dalam wawancara tersebut, ia berpendapat bahwa kesenjangan upah berdasarkan gender sebagian besar mencerminkan perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan.

Peterson menjelaskan melalui lima besar ciri kepribadian perempuan: keterbukaan terhadap pengalaman, kesadaran, ekstraversi, keramahan, dan neurotisisme. Ia menekankan analisis multivariat tentang kesenjangan upah gender menunjukkan bahwa prasangka hanyalah salah satu faktor kecil dalam kesenjangan tersebut, faktor yang lebih kecil dari 'klaim kaum feminis'.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Maksudnya, Peterson berpendapat jika diskriminasi gender yang secara sengaja dilakukan laki-laki pengaruhnya lebih kecil terhadap kesenjangan upah gender antara laki laki dan perempuan, dibandingkan kecenderungan biologis perempuan itu sendiri. Faktor-faktor lain termasuk kecenderungan neurotisisme perempuan –- yaitu kemungkinan mereka mengalami stres, depresi, dan ketidakpastian –- serta tingginya tingkat keramahan, yaitu sikap kooperatif dan penuh kasih sayang.

Peterson juga menyatakan bahwa menghapus kesenjangan upah bisa merugikan kepentingan perempuan, dengan mengganggu pilihan karier yang mereka sukai, seperti pekerjaan yang tidak terlalu menuntut.

Peterson bertanya, mengapa perempuan ingin bekerja dengan upah yang lebih tinggi? Ia lantas berpendapat jika laki-laki memiliki upah yang lebih tinggi dari perempuan karena laki-laki secara fisik dan emosional lebih mampu dari perempuan. Laki-laki juga memiliki upah yang lebih tinggi untuk menafkahi perempuan dan untuk keuntungan perempuan sendiri dalam karier yang mereka sukai dengan pekerjaan yang tidak terlalu menuntut.

Peterson menjelaskan, banyak perempuan berusia antara 28 dan 32 tahun, mengalami krisis karier-keluarga yang harus mereka hadapi. Ia merasa hal ini disebabkan oleh semakin pendeknya jangka waktu yang harus dihadapi perempuan. Perempuan harus menyelesaikan bagian-bagian penting dalam hidupnya lebih cepat dibandingkan laki-laki.

Peterson menambahkan bahwa laki-laki lebih cenderung mampu bekerja 70-80 jam seminggu. Laki-laki dan perempuan tidak sama dan tidak akan sama, namun bukan berarti perempuan tidak boleh diperlakukan secara adil.

Newman kemudian menanyakan pada Peterson mengapa hanya ada tujuh perempuan yang menjalankan perusahaan FTSE 100.

Peterson menjelaskan fenomena di mana pria dan wanita cenderung memilih jalur karier yang berbeda jika diberi kebebasan penuh untuk memilih berdasarkan keinginan pribadi mereka. Ini berdasarkan pengamatan yang terjadi di negara-negara Skandinavia, di mana terdapat kesetaraan gender yang tinggi dan kebebasan individu yang luas.

Dalam contoh yang diberikan, terdapat perbedaan signifikan dalam pemilihan profesi antara pria dan wanita:

1. Di bidang keperawatan, ada perbandingan 20 berbanding 1, di mana lebih banyak perempuan yang memilih menjadi perawat dibandingkan laki-laki.

2. Di bidang teknik, jumlah insinyur pria dan wanita hampir sama.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesetaraan dan kebebasan dalam memilih, preferensi alami atau sosial mungkin mempengaruhi pilihan karier laki-laki dan perempuan yang mengarah pada distribusi yang tidak merata di beberapa profesi.

Selanjutnya...

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image