Kolom

15 Tahun Kiprah BNPP RI: Merangkai Perbatasan, Menjaga Kedaulatan Negara

Komjen Pol. Makhruzi Rahman S.IK., M.H., M.Tr.Opsla. (Foto: Humas BNPP RI)

Oleh Komjen Pol. Makhruzi Rahman S.IK., M.H., M.Tr.Opsla (Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI)

Hari jadi ke-15 Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Republik Indonesia merupakan sebuah momentum yang penuh makna untuk merefleksikan perjalanan panjang sebuah amanat besar dari negara.

Lima belas tahun silam, tepatnya pada 17 September, sebuah lembaga khusus hadir untuk menjawab tantangan fundamental dalam mengelola wilayah perbatasan. Keberadaannya merupakan respons atas kebutuhan strategis yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara; perlunya sebuah badan tunggal dan terintegrasi untuk mengelola kawasan perbatasan secara menyeluruh.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Landasan hukum ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 yang membentuk BNPP, lalu disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2017.

Dalam dinamikanya, BNPP berdiri sebagai satu-satunya institusi yang secara spesifik ditugaskan untuk mengelola kawasan perbatasan di seluruh Indonesia. Selama lima belas tahun, fokus utama bukan hanya sekadar menjaga garis-garis imajiner, melainkan mentransformasi titik-titik tapal batas menjadi simpul-simpul kehidupan yang dinamis dan berdaya saing. Tanggung jawab ini menuntut dedikasi tanpa henti dan sinergi yang kuat dari berbagai pihak.

Pergeseran paradigma: Dari “Halaman Belakang” Menuju “Beranda Depan” Nusantara di awal pembentukannya, BNPP dihadapkan pada sebuah tantangan besar berupa cara pandang yang telah mengakar. Perbatasan Indonesia, yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, selama ini identik dengan wilayah terisolasi, terbelakang, dan minimnya infrastruktur.

Kondisi ini secara historis telah menempatkan kawasan perbatasan sebagai “halaman belakang” yang hanya dipandang dari sudut pendekatan keamanan militeristik (security approach). Pandangan semacam ini, yang disebut sebagai paradigma inward looking, cenderung melihat perbatasan sebagai wilayah yang harus dijaga secara ketat dan militeristik.

Pendekatan keamanan tradisional dalam studi hubungan internasional, sebagaimana dijelaskan oleh J. Atzili (2012), memang secara umum mendominasi isu perbatasan, yang seringkali hanya berkaitan dengan demarkasi teritorial, militerisasi, dan potensi konflik. Paradigma ini, sayangnya, kerapkali mengabaikan dimensi sosial dan kemanusiaan yang ada di dalamnya.

J. Atzili adalah seorang pakar terkemuka dalam isu perbatasan dan kedaulatan. Dalam bukunya tentang perbatasan bertajuk “States of Discretion: The Politics of Bordering in the Global Age” (2012), dituliskan: “The essence of discretionary bordering is to recognize that borders are not just fixed lines of separation but flexible instruments of statecraft. In a globalized world, a state’s power is no longer measured solely by its ability to seal off its territory, but by its capacity to selectively open or close it to manage flows of goods, people, and ideas for its own strategic advantage.”

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan, termasuk di pulau-pulau kecil terluar (PPKT), masih jauh di bawah standar nasional, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah. Kesenjangan dengan negara tetangga, misalnya antara Indonesia dengan Malaysia atau Singapura, berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan bahkan degradasi jiwa nasionalisme.

Transformasi mendasar yang diusung oleh BNPP adalah mengubah cara pandang tersebut. Melalui sebuah perubahan paradigma menuju outward looking, perbatasan kini dipandang tidak hanya sebagai wilayah pertahanan, melainkan juga sebagai etalase kedaulatan, sumber daya ekonomi, dan beranda terdepan bangsa.

Logika yang mendasari transformasi ini adalah bahwa kemiskinan dan keterbelakangan secara langsung melemahkan ketahanan sosial dan dapat menjadi pemicu kerentanan keamanan. Kondisi ini menciptakan lahan subur bagi kejahatan transnasional seperti penyelundupan barang, narkoba, dan bahkan orang.

Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, oleh karena itu, bukanlah sekadar program sosial, melainkan strategi keamanan nasional yang paling mendasar. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang modern dan terintegrasi merupakan contoh nyata dari pendekatan ini, dengan infrastruktur fisik menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan harga diri masyarakat.

Dengan demikian, BNPP mengintegrasikan dua pilar utama dalam pengelolaannya. Pertama, pendekatan kedaulatan untuk menyelesaikan masalah-masalah batas yang belum tuntas, seperti Outstanding Boundary Problems (OBP) di darat dan maritim. Kedua, pendekatan kesejahteraan untuk mengakselerasi pembangunan demi kemajuan masyarakat.

Kedaulatan dan Transformasi Pembangunan Perbatasan

Kedaulatan dalam konteks modern tidak lagi dipahami secara absolut, melainkan sebagai sebuah “tanggung jawab” untuk melindungi dan menyejahterakan warganya. Konsep ini, yang dipelopori oleh Francis Deng, menekankan bahwa tugas utama sebuah negara berdaulat adalah untuk menjamin standar kehidupan yang layak bagi rakyatnya.

Francis Deng dkk dalam bukunya berjudul “Sovereignty as Responsibility: Conflict Management in Africa” (1996) menyatakan bahwa kedaulatan “tidak dapat lagi dilihat sebagai perlindungan terhadap campur tangan,” melainkan sebagai tanggung jawab di mana negara bertanggung jawab kepada konstituen domestik dan eksternal. Pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada warganya. Namun, jika tidak mampu atau tidak mau memenuhi tanggung jawabnya, mereka diharapkan untuk meminta dan menerima tawaran bantuan dari luar.

Pendekatan ini secara filosofis menjadi landasan bagi setiap program yang dijalankan oleh BNPP. Lebih dari itu, BNPP mengadopsi konsep “Keamanan Manusia” yang dicanangkan oleh UNDP pada tahun 1994, yang berfokus pada “kebebasan dari rasa takut dan kebebasan dari kekurangan”. Konsep ini memperluas cakupan keamanan dari isu militeristik menjadi tujuh komponen universal: ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, pribadi, komunitas, dan politik.

Sebagai manifestasi nyata dari kedaulatan yang bertanggung jawab, BNPP telah mengukir sejumlah pencapaian signifikan. Salah satu yang paling menonjol adalah pembangunan infrastruktur fisik. Hingga saat ini, sebanyak 15 PLBN telah selesai dibangun dan menjadi etalase modern bangsa di perbatasan.

Total 15 PLBN dibangun dalam periode 2015-2024, terdiri dari 7 PLBN pada 2015-2019 dan 8 PLBN pada 2020-2024. Pembangunan PLBN ini melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2015 dan Inpres No. 1 Tahun 2019 untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. Rincian pembangunan PLBN yakni 15 PLBN selesai dibangun, 3 PLBN tertunda inpresnya sudah ada tapi belum sempat dibangun, dan 8 PLBN belum belum ada inpresnya.

Pembangunan PLBN tentu bukan sekadar pos pemeriksaan, melainkan pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya yang berinteraksi langsung dengan negara tetangga. Selain itu, pembangunan jalan-jalan di sepanjang perbatasan, seperti yang ditekankan oleh Menteri Dalam Negeri, bertujuan untuk memperjelas garis batas negara dan meningkatkan konektivitas antarwilayah.

Pembangunan non-fisik, yang berfokus pada kesejahteraan dan keamanan manusia, juga menjadi prioritas. BNPP aktif mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat perbatasan melalui identifikasi dan pengembangan komoditas unggulan dan potensi pariwisata. Contoh nyata keberhasilan ini terlihat di PLBN Aruk, di mana total ekspor perikanan mencapai lebih dari Rp 15,9 miliar dan ekspor pertanian mencapai lebih dari Rp 4,6 miliar. Di bidang sosial, sinergi dengan berbagai lembaga, termasuk kolaborasi dengan Baznas, telah mengimplementasikan program-program kesejahteraan yang mencakup pengembangan UMKM dan bantuan sosial.

Peran serta masyarakat juga diperkuat melalui penerbitan Peraturan BNPP Nomor 4 Tahun 2023 yang melibatkan masyarakat desa terdepan sebagai mitra strategis dalam menjaga tanda batas wilayah. Pendekatan ini mengubah masyarakat dari objek pengawasan menjadi subjek keamanan, memanfaatkan pemahaman geografis dan sosial mereka untuk meningkatkan efektivitas pengamanan perbatasan.

Pencapaian BNPP Dalam Rentang 15 Tahun Terakhir (2010-2025)

1. Pembangunan Infrastruktur PLBN

15 PLBN selesai dibangun, 3 PLBN tertunda, inpresnya sudah ada tapi belum sempat dibangun, 8 PLBN belum ada inpresnya. Infrastruktur Penunjang: Pembangunan jalan perbatasan sebagai garis batas fisik.

2. Fokus Wilayah

Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN): 22 PKSN menjadi prioritas. Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT): 49 PPKT menjadi fokus Pembangunan. Kecamatan Prioritas Perbatasan (KPP): 204 KPP menjadi fokus Pembangunan.

3. Pemberdayaan Ekonomi

Ekspor PLBN Aruk: Mencatatkan ekspor perikanan lebih dari Rp 15,9 miliar dan pertanian lebih dari Rp 4,6 miliar. Peningkatan UMKM: Dukungan terhadap UMKM di kawasan perbatasan.

4. Sinergi Lintas Sektor

Kolaborasi strategis dengan berbagai lembaga, di antaranya Baznas dan PT PFN.

Mengukur Kinerja

BNPP meyakini bahwa pembangunan haruslah terukur, akuntabel, dan berbasis data. Untuk itu, BNPP telah mengembangkan sebuah instrumen evaluasi yang penting, yaitu Indeks Pengelolaan Kawasan Perbatasan (IPKP). IPKP berfungsi sebagai tolok ukur yang objektif untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan perbatasan di tingkat lokal, serta mengidentifikasi titik-titik lemah yang memerlukan perhatian lebih.

Pengukuran IPKP juga menunjukkan sebuah inovasi tata kelola yang esensial. Dengan mengukur dan mempublikasikan hasil IPKP, BNPP menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Ini secara tidak langsung berkontribusi pada pembangunan kembali kepercayaan masyarakat perbatasan terhadap pemerintah pusat, yang merupakan prasyarat vital untuk stabilitas keamanan jangka panjang. Sebagai contoh, Kabupaten Bengkalis berhasil meraih nilai tertinggi dalam IPKP, menunjukkan keberhasilan implementasi program di tingkat daerah.

Dalam menyongsong Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, BNPP telah menetapkan target yang ambisius dan terencana. Fokus strategis untuk lima tahun ke depan mencakup wilayah dan lokasi prioritas yang lebih luas, sebagai kelanjutan dari program sebelumnya.

Rencana Strategis Pembangunan BNPP Periode 2025-2029:

1. Aspek Pembangunan

Target RPJMN 2025-2029

2. Fokus Wilayah

Provinsi Prioritas: 19 provinsiKabupaten/Kota Prioritas: 75 kabupaten/kota. Lokasi Prioritas: 299 lokasi kecamatan. Prioritas: 204 kecamatan. Pulau-Pulau Kecil Terluar: 49 pulau

3. Infrastruktur

Pos Lintas Batas Negara (PLBN): 26 PLBN

Contoh Hasil Pengukuran IPKP yang Dilakukan BNPP:

1. Kawasan Perbatasan:

Hasil Pengukuran IPKP (2024)

2. Kabupaten Bengkalis:

Meraih nilai tertinggi dalam pengukuran IPKP

3. Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN):

18 PKSN dinilai oleh BNPP pada tahun 2024

Wajah Indonesia Sejahtera

Lima belas tahun adalah waktu yang cukup untuk menunjukkan komitmen nyata. Perjalanan BNPP telah membuktikan bahwa perbatasan bukanlah sekadar garis akhir dari kedaulatan, melainkan titik awal pembangunan yang berkelanjutan.

Transformasi dari “halaman belakang” yang rentan menjadi “beranda depan” yang modern adalah sebuah proyek strategis yang melibatkan setiap elemen bangsa. Konsep kedaulatan yang bertanggung jawab — diimplementasikan melalui pendekatan keamanan manusia — telah mengubah perbatasan dari ancaman menjadi peluang.

Pembangunan perbatasan adalah pekerjaan kolektif yang membutuhkan sinergi dari seluruh kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, sektor swasta, dan, yang paling utama, masyarakat perbatasan itu sendiri. Melalui kolaborasi dan dedikasi, BNPP akan terus bekerja di garis depan, mengukir prestasi demi terwujudnya perbatasan yang berdaulat, maju, dan sejahtera.

Perbatasan yang kuat adalah cerminan dari Indonesia yang berdaulat dan berdaya saing di mata dunia. Dengan semangat ini, BNPP berkomitmen untuk terus berinovasi dan bekerja keras, memastikan bahwa setiap jengkal tanah, setiap laut, dan setiap udara di perbatasan Indonesia adalah wajah sejati dari negara yang makmur dan bermartabat. (*)

Berita Terkait

Image

Menengok Persaudaraan Lintas Batas Indonesia-Timor Leste

Image

BNPP RI Luncurkan Program PLBN SAKTI di Motaain, Dorong Tapal Batas Indonesia Jadi Pusat Aktivitas Kreatif

Image

PT PFN Rangkul BNPP RI untuk Gelar Festival Film Pendek Angkat Potret Masyarakat di Perbatasan

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

email: caricuan.republika@gmail.com