Kolom

Korban Perceraian Orang Tua Cenderung Sulit Buat Hubungan Romantis di Masa Depan

Anak-anak korban perceraian orang tua/ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Oleh Damar Pratama Yuwanto, Mahasiswa Psikologi Program Sarjana Magister (Sarmag) Universitas Gunadarma

Fenomena perceraian publik figur atau artis kembali marak belakangan ini. Kasus terbaru menimpa Baim Wong yang menggugat cerai Paula Verhoeven ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Oktober 2024, dan Andre Taulany yang mengajukan permohonan talak cerai untuk istrinya, Rien Wartia Triginia atau Erin, ke Pengadilan Agama Tigaraksa, Banten, Agustus 2024. Kedua pasangan yang sudah dikaruniai anak itu selama ini dikenal memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis.

Meskipun perceraian bisa menjadi solusi dari konflik yang tak teratasi dalam rumah tangga, dampaknya pada anak-anak seyogianya menjadi perhatian serius. Jika tidak ditangani, perceraian bahkan dapat berdampak buruk pada keberhasilan anak-anak dalam hubungan romantisnya di masa depan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menurut Jurnal Intuition: The BYU Undergraduate Journal Psychology yang diterbitkan pada 2018, pengasuhan bersama yang efektif dapat membantu mengurangi risiko tersebut, dengan tetap bekerja sama, meskipun terjadi perubahan dalam struktur keluarga. Ini berdampak positif pada hubungan anak-anak, terutama keintiman anak perempuan di masa depan.

 

Dalam jurnal terbitan 2018 itu, diceritakan bahwa enam bulan setelah Zachary dan Pauline Robison bercerai, mereka menyaksikan perubahan perilaku pada anak-anak. Tom, yang berusia delapan tahun, kembali dari rumah ayahnya dengan mudah tersinggung, sementara Sarah, enam tahun, enggan pergi ke rumah ayahnya.

Pauline memutuskan untuk mengikuti terapi keluarga, yang disetujui Zachary meski dengan berat hati. Ketegangan di sesi terapi pertama perlahan-lahan menghilang ketika mereka mulai berbagi perasaan dan kekhawatiran.

Di akhir terapi, Pauline dan Zachary menyadari pentingnya pengasuhan bersama demi kebaikan anak-anak mereka, meskipun mereka sudah terpisah. Selama sesi, semua anggota keluarga duduk bersama di sofa, merasakan kenyamanan dan hubungan yang baru didefinisikan.

Dampak jangka panjang ini menunjukkan betapa pentingnya mengambil langkah perbaikan setelah perceraian, yang kini umum di masyarakat. Penelitian Amato pada 1994 mencatat bahwa sekitar 40 persen anak-anak mengalami perceraian orang tua sebelum usia 16 tahun.

American Psychological Association pada 2017 melaporkan bahwa sekitar setengah dari pernikahan di Amerika Serikat (AS) berakhir dengan perceraian, dengan angka yang lebih tinggi pada pernikahan kedua dan seterusnya.

Tingginya angka perceraian memerlukan penanganan mengenai dampak dan solusi untuk mencegah masalah keluarga berlanjut ke generasi berikutnya. Penelitian menunjukkan bahwa perceraian orang tua seringkali menimbulkan pandangan negatif tentang pernikahan dan menyulitkan anak-anak membangun hubungan di masa depan.

Faktor penting lainnya dalam keberhasilan pernikahan anak-anak di masa depan adalah tingkat konflik antara orang tua mereka. Hubungan yang penuh konflik dapat menyebabkan kesulitan bagi anak-anak dalam membangun hubungan sehat mereka sendiri.

Paparan konflik yang berkepanjangan berhubungan dengan menurunnya keberhasilan perkawinan anak-anak kelak. Penelitian di jurnal itu menyimpulkan bahwa anak-anak yang menyaksikan konflik orang tua cenderung mengulangi pola yang sama dalam perkawinan mereka sendiri di masa depan.

Mengurangi konflik orang tua dapat meningkatkan peluang keberhasilan pernikahan anak-anaknya kelak, sebagian karena penurunan perilaku konflik yang dipelajari. Usaha untuk menghindari konflik dan mendorong pengasuhan bersama dapat memutus pola masalah perkawinan lintas generasi.

Meskipun perceraian semakin umum, termasuk di kalangan artis di Indonesia, dampak negatifnya terhadap anak-anak dapat diminimalkan melalui pengasuhan bersama yang terencana dan usaha orang tua untuk mengurangi konflik. Ini dapat membantu menciptakan keluarga yang lebih sehat.

Dengan berkurangnya konflik antara orang tua pascaperceraian, anak-anak akan mengalami kondisi yang lebih baik. Jika orang tua lebih menyadari bagaimana perilaku mereka mempengaruhi anak-anak, mereka dapat lebih berkolaborasi dan mengurangi konflik sehingga meningkatkan peluang anak-anak untuk sukses dalam hubungan romantis dan harmonis di masa depan.

Referensi:

Donahey, Katherine. (2018). Effects of Divorce Children: The Importance of Intervention. Intuition: The BYU Undergraduate Journal Psychology. 13(1), 45-58.