LAN: Reformasi Birokrasi Jilid II Harus Dorong Indonesia Keluar dari Middle Income Trap
JAKARTA -- Reformasi Birokrasi (RB) jilid pertama periode tahun 2010 hingga 2025 sudah selesai. Konsentrasi pada jilid pertama adalah membangun pondasi, terutama menciptakan birokrasi yang bersih. Selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia (RI) mulai memasuki Reformasi Birokrasi jilid kedua pada 2025—2045.
Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), salah satunya Aparatur Sipil Negara (ASN), berkaitan dengan tantangan Indonesia mencapai visi menjadi negara dengan pendapatan tinggi pada 2045.
Namun, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Muhammad Taufiq, upaya RB jilid kedua tersebut adalah untuk mengatasi hambatan terbesar yang dihadapi Indonesia, yakni middle income trap. Middle income trap merupakan suatu keadaan ketika negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.
Taufiq menyatakan, tantangan RB jilid kedua (2025—2045) sangat berbeda dengan tantangan RB jilid pertama (2010-2025).
"Salah satu tantangan adalah upaya keluar dari middle income trap," ujar Taufiq dalam sambutan Virtual Public Lecture ASN Talent Academy Xplore series ke-9, dengan tema "Reformasi Birokrasi untuk Indonesia Emas: Retrospek dan Prospek" di Kantor LAN, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Menurut Taufiq, upaya keluar dari middle income trap adalah hal penting. Hal ini belajar dari pengalaman di sejumlah negara, seperti negara-negara di Amerika Latin yang tidak bisa naik kelas. "Sehingga, mengakibatkan krisis-krisis yang muncul, negara tidak memiliki kemampuan dalam penyediaan pangan dan sebaiknya," jelasnya.
Reformasi birokrasi menjadi fondasi strategis untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Menilik dari perjalanan reformasi selama ini, lanjut Taufiq, telah membawa berbagai kemajuan, seperti peningkatan transparansi melalui digitalisasi, efisiensi pelayanan publik, dan penguatan tata kelola pemerintahan. Namun jika dievaluasi kembali, tantangan seperti korupsi, resistensi budaya kerja, dan ketimpangan kapasitas daerah masih memerlukan perhatian serius.
Menurut Taufiq, kebijakan Reformasi Birokrasi 2010—2025 adalah upaya untuk mempercepat digitalisasi administrasi pemerintahan. Selain itu, juga penataan pada bidang SDM terkait dengan pelayanan dalam rangka membangun birokrasi yang bersih.
Taufiq mengatakan, reformasi birokrasi ke depan 2025—2045 menjadikan birokrasi lebih efisien, lincah, dan berinovasi untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, ia menambahkan, para birokrat harus mampu menjawab tantangan zaman ke depan, apalagi Presiden RI Prabowo Subianto menekankan agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7—8 persen.
Pembangunan reformasi birokrasi ke depan adalah birokrasi yang lebih efisien dan lincah serta dapat menciptakan iklim yang inovatif. “Grand design Reformasi Birokrasi 2010—2025 telah selesai dan sudah memberikan landasan yang kokoh untuk penataan birokrasi di Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, dalam upaya terus memperbaiki sistem birokasi dan tata kelola pemerintahan, LAN melalui Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara (PK2AN) bekerja sama dengan Tanoto Foundation menerbitkan 3 (tiga) policy paper yang mengulas 3 topik penting.
Pertama; policy paper bertajuk 'Problematika Implementasi Reformasi Birokasi di Indonesia yang telah berjalan hampir 15 Tahun'. Studi komprehensif ini mengindentifikasi tantangan dan hambatan kritis yang dihadapi dalam upaya berkelanjutan untuk mereformasi birokasi Indonesia selama 15 tahun terakhir.
Kedua; policy paper bertema 'Evaluasi Indikator Penilaian Rfeormasi Birokasi', yang mengkaji langkah-langkah mengefetifkan strategi evaluasi RB dengan menyederhanakan indek-indeks komposit yang digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan RB. Ketiga; policy paper tentang 'Reformasi Birokasi Desa'.
(zaky)