Serba Serbi

Kuliner Khas Suku Dayak Iban yang Terus Lestari di Perbatasan Badau

Tradisi pansuh sayur tidak hanya hadir di kehidupan sehari-hari saja, namun juga menjadi bagian penting dalam berbagai peristiwa adat seperti Gawai Dayak, penyambutan tamu kehormatan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. (Foto: Humas BNPP RI)

KAPUAS HULU -- Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, terus berupaya melestarikan kearifan lokal. Salah satu tradisi kuliner yang tetap bertahan hingga kini adalah pansuh, cara memasak khas Suku Dayak Iban yang menggunakan bambu sebagai media utama pengolahan makanan.

Berbeda dari sajian manuk pansuh yang lazim menggunakan daging ayam, kali ini masyarakat memperkenalkan varian pansuh sayur dengan memanfaatkan sayuran segar seperti kangkung dan daun ubi.

Sayuran tersebut dimasukkan ke dalam potongan bambu muda, lalu dipanggang perlahan di atas api terbuka. Teknik memasak ini menciptakan aroma khas bambu yang meresap ke dalam sayur, menghasilkan cita rasa alami yang tidak hanya lezat, tetapi juga sehat karena tanpa minyak maupun bahan pengawet.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Metode memasak pansuh ini menjadi simbol keharmonisan antara manusia dan alam. Semua bahan berasal dari alam sekitar seperti bambu dari hutan, sayur dari kebun. Ini bentuk nyata bagaimana kearifan lokal Dayak Iban mampu menghasilkan sajian yang tidak hanya bergizi, tapi juga kaya nilai budaya,” ujar Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau, Wendelinus Fanu, awal Agustus 2025.

Menurut Wendelinus, tradisi pansuh tidak hanya hadir di kehidupan sehari-hari saja, namun juga menjadi bagian penting dalam berbagai peristiwa adat seperti Gawai Dayak, penyambutan tamu kehormatan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. “Pelestarian budaya kuliner ini menjadi sarana edukatif bagi generasi muda, agar mereka mengenal, mencintai, dan bangga dengan akar budayanya sendiri.”

Suku Dayak Iban yang mendiami kawasan Kapuas Hulu dan sebagian wilayah Sarawak, Malaysia, ini dikenal luas akan kekayaan adat istiadatnya. Salah satunya adalah Gawai Dayak, perayaan tahunan yang memperkenalkan berbagai seni, budaya, hingga kuliner khas masyarakat Dayak kepada publik.

Oleh karena itu, pengenalan kuliner seperti pansuh sayur menjadi langkah strategis dalam diplomasi budaya, yang tidak hanya memperkuat identitas lokal tetapi juga membuka peluang pengembangan wisata budaya di kawasan perbatasan.

Diharapkan, pemerintah daerah (pemda), tokoh adat, dan komunitas masyarakat dapat terus bersinergi untuk menjaga keberlanjutan tradisi ini.

Wendelinus menambahkan, PLBN Badau sebagai pintu gerbang lintas batas negara Indonesia-Malaysia, terus mendukung penuh inisiatif pelestarian budaya lokal di kawasan perbatasan Badau yang tidak boleh dilupakan.

Melalui kuliner pansuh, masyarakat Dayak Iban di perbatasan Badau menunjukkan bahwa budaya bukanlah sekadar warisan masa lalu. Akan tetapi, kekuatan hidup yang terus tumbuh, mengakar, dan menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah warisan yang pantas diapresiasi dan diwariskan lintas generasi.

(***)

Berita Terkait

Image

PLBN Badau dan Kementerian Pengangkutan Sarawak Bahas Operasional Trayek Lintas Negara RI-Malaysia

Image

Malaysia Tawarkan Model Border Single Barrier di Area Perbatasan dengan Indonesia, Ini Alasannya

Image

BNPP RI Dorong Penguatan Kerja Sama Strategis di Perbatasan Indonesia-Malaysia

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

email: caricuan.republika@gmail.com