Revisi UU Sisdiknas No 20/2003, Aliansi Kebangsaan: Arah Sistem Pendidikan Nasional Harus Tepat

JAKARTA -- Rancangan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20/2003 hingga saat ini masih terus digodok oleh Komisi X DPR RI. Untuk memberikan masukan, Aliansi Kebangsaan menggelar Sarasehan bertema "Ke Mana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” dengan menghadirkan sejumlah narasumber kompeten pada Jumat (26/9/2025).
"Sejatinya pendidikan tidak terpisahkan dengan kebudayaan. Pendidkan dan kebudayaan adalah ibarat dua sisi keping mata uang yang sama. Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya, dan bersumber dari budaya besar Indonesia yang terus tumbuh serta berkembang,” ujar Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam sambutannya.
Pontjo mengingatkan bahwa arah sistem pendidikan nasional harus tepat karena peran pendidikan sangat penting, yaitu untuk membentuk warga negara.
Sarasehan Pendidikan Nasional dengan Tema “Ke Mana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” diakui Pontjo memiliki potensi besar untuk menjadi forum yang produktif. Berdasarkan narasi yang telah dibangun, sarasehan ini seharusnya menghasilkan lebih dari sekadar diskusi, melainkan kesimpulan yang terstruktur dan rencana aksi konkret untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang arah pendidikan nasional.
Pontjo berharap hasil dari sarasehan ini, pertama adalah pemahaman bersama tentang realitas pendidikan. Hasil pertama yang harus dicapai adalah kesamaan pandangan di antara seluruh peserta tentang kondisi pendidikan saat ini. Ini mencakup pengakuan terhadap problematika historis dan geopolitik yang telah membentuk sistem pendidikan kita.
“Sarasehan harus mampu membedah kesenjangan antara impian untuk mencerdaskan seluruh bangsa dengan kenyataan di lapangan yang dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya, kondisi geografis, dan tantangan global,” jelas Pontjo.
Kedua, lanjut Pontjo, adalah identifikasi arah strategis masa depan. Setelah menyepakati masalah, sarasehan harus mengidentifikasi ke mana arah pendidikan harus melangkah. Menggunakan kerangka hulu ke hilir, peserta diharapkan dapat merumuskan visi bersama. Arah di hulu (kebijakan) yakni merumuskan bagaimana kebijakan pendidikan harus lebih responsif, adaptif, dan berkelanjutan, serta tidak boleh terlepas dari budaya.
“Payung hukum RUU Sisdiknas yang sedang dalam penyusunan harus dapat mengawal semuanya. Pegangan utama adalah kebijakan publik harus sesuai dengan nalar publik,” kata Pontjo menegaskan.
Sedang arah di hilir (implementasi), sambung Pontjo, adalah merumuskan bagaimana praktik pendidikan di institusi pendidikan dari mulai sekolah, masyarakat, sampai perguruan tinggi agar bisa lebih inovatif, relevan, dan memberdayakan. Ketiga adalah rekomendasi aksi konkret dan praktis. "Ini adalah hasil terpenting. Sarasehan harus menghasilkan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti. Rekomendasi ini dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan."
Kemudian untuk payung hukum, lanjut Pontjo, sarasehan dapat memberikan masukan bagi revisi RUU Sisdiknas yang masih berjalan saat ini. Dan untuk tingkat kebijakan, harus menghasilkan saran spesifik tentang penyempurnaan kurikulum, perbaikan sistem kesejahteraan guru dan dosen, tatakelola atau percepatan pemerataan pendidikan yang bermutu.
"Untuk tingkat institusi pendidikan dan komunitas berupa langkah-langkah praktis bagi pimpinan satuan pendidikan (kepala sekolah dan rektor), guru dan dosen, dan orang tua, seperti strategi efektif untuk kolaborasi, pemanfaatan teknologi sederhana, atau inisiatif pengembangan karakter," cetus Pontjo.
Untuk tingkat individu, kata Pontjo, harus ada komitmen pribadi dari setiap peserta sarasehan untuk menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing, baik sebagai penasihat, pendidik, atau penggerak komunitas.
Keempat adalah pembentukan jejaring. Sebagai sarasehan terbatas, sambung Pontjo, salah satu hasil paling berharga adalah pembentukan jejaring yang kuat. Peserta diharapkan dapat membentuk kelompok kerja untuk menindaklanjuti hasil seminar. "Jejaring ini berfungsi sebagai wadah untuk bertukar informasi, memonitor implementasi rekomendasi, dan terus melanjutkan diskusi secara berkelanjutan, memastikan bahwa hasil seminar tidak hanya berhenti di ruang pertemuan."
Secara keseluruhan, Pontjo menekankan, tujuan akhir dari seminar ini adalah mengubah pertanyaan kritis “Ke Mana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” menjadi peta jalan yang jelas dan terukur, di mana setiap peserta memiliki peran aktif dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik bagi bangsa.
Dalam sarasehan yang berlangsung secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung di kanal YouTube Forum Kebangsaan tersebut, Ferdiansyah dari Komisi X DPR RI mengatakan, saat ini pihaknya masih terus mendengar dan menghimpun aspirasi terkait revisi UU Sisdiknas. Jika nantinya aspirasi publik telah dilakukan, rancangan revisi UU Sisdiknas selanjutnya akan dibawa ke Baleg untuk proses sinkronisasi dan harmonisasi, baru kemudian ditetapkan sebagai UU Sisdiknas yang baru.
Ferdiansyah, menyampaikan perspektif legislatif terkait arah kebijakan pendidikan. Ia menyoroti pentingnya sinergi antara regulasi, anggaran, dan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan.
Selain Ferdiansyah, hadir sebagai narasumber Yudi Latif, Ph.D (Ketua Yayasan Dana Darma Pancasila). Bertindak sebagai penanggap adalah Ahmad Rizali (NU Circle, Penasehat Mendikdasmen); Prof. Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar ITB); Prof. Dr. Acep Iwan Saidi, S.S., M.Hum (Guru Besar ITB); Dr. Manuel Kaisiepo (Pakar Aliansi Kebangsaan); Dhitta Puti Sarasvati, M.Ed (Ketua Bajik – Gernastastaka); Iman Zanatul Haeri, S.Pd. (Perhimpunan Pendidikan dan Guru); Ester Napitupulu (Harian Kompas); dan Ki Darmaningtyas (Pakar Pendidikan).
Yudi Latif, Ph.D., sebagai salah satu narasumber utama, menekankan bahwa pendidikan harus membentuk karakter kebangsaan dan memperkuat fondasi etika publik. “Kita butuh sistem yang tidak hanya mencerdaskan, tapi juga memanusiakan,” ujarnya menegaskan.
(***)
